BAB VII
PERATURAN DAN REGULASI
Pengertian Peraturan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah
ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai
panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima:
setiap warga masyarakat harus menaati aturan yang berlaku, atau ukuran,
kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau membandingkan
sesuatu.
Pengertian Regulasi menurut kamus besar bahasa Indonesia
adalah mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau
pembatasan. Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya:
pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan
diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi perdagangan, Regulasi
sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat,
mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan
sanksi (seperti denda). Tindakan hukum administrasi, atau menerapkan
regulasi hukum, dapat dikontraskan dengan hukum undang-undang atau
kasus.
Perbandingan Cyber Law
Cyber Law merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu negara
tertentu, dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat
negara tersebut. Jadi,setiap negara mempunyai cyberlaw tersendiri.
Perbandingan Cyber Law di berbagai negara
Cyber Law negara Indonesia
Indonesia telah resmi mempunyai undang-undang untuk mengatur orang-orang
yang tidak bertanggung jawab dalam dunia maya. Cyber Law-nya Indonesia
yaitu undang–undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE).
Di berlakukannya undang-undang ini, membuat oknum-oknum nakal ketakutan
karena denda yang diberikan apabila melanggar tidak sedikit kira-kira 1
miliar rupiah karena melanggar pasal 27 ayat 1 tentang muatan yang
melanggar kesusilaan. sebenarnya UU ITE (Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik) tidak hanya membahas situs porno atau masalah
asusila. Total ada 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail
bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi
didalamnya. Sebagian orang menolak adanya undang-undang ini, tapi tidak
sedikit yang mendukung undang-undang ini.
Dibandingkan dengan negara-negara di atas, indonesia termasuk negara
yang tertinggal dalam hal pengaturan undang-undang ite. Secara garis
besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
•Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda
tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN
Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
• Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
• UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik
yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki
akibat hukum di Indonesia.
• Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
• Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
o Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
o Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
o Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
o Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
o Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
o Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
o Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
o Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?))
Cyber Law Negara Singapore
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk
menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi
perdagangan elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri
Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan mengenai
perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura.
Didalam ETA mencakup :
Kontrak Elektronik. Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang
online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan
bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan. Mengatur mengenai potensi / kesempatan
yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal
yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan
material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan
tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal
tersebut.
Tandatangan dan Arsip elektronik. Hukum memerlukan arsip/bukti arsip
elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu
tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi, cyber crime, spam, muatan online,
copyright, kontrak elektronik sudah ditetapkan. Sedangkan perlindungan
konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online
dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
Cyber Law Negara Thailand
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan
oleh pemerintahnya, walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi
yang lainnya seperti privasi, spam, digital copyright dan ODR sudah
dalalm tahap rancangan.
Cyber Law Negara Malaysia
Lima cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis
ketertiban. Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang
disahkan oleh parlemen Malaysia.
Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen
untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan
tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.
Di Malaysia masalah perlindungan konsumen, cybercrime, muatan online,
digital copyright, penggunaan nama domain, kontrak elektronik sudah
ditetapkan oleh pemerintahan Malaysia. Sedangkan untuk masalah privasi,
spam dan online dispute resolution masih dalam tahap rancangan.
COMPUTER CRIME ACT
Merupakan Undang-undang penyalahan penggunaan Information Technology di
Malaysia Computer Crime Act (Malaysia) merupakan suatu peraturan Undang –
undang yang memberikan pelanggaran – pelanggaran yang berkaitan dengan
penyalah gunaan komputer, undang – undang ini berlaku pada tahun 1997.
Computer crime berkaitan dengan pemakaian komputer secara illegal oleh
pemakai yang bersifat tidak sah, baik untuk kesenangan atau untuk maksud
mencari keuntungan. Cybercrime merupakan suatu kegiatan yang dapat
dihukum karena telah menggunakan komputer dalam jaringan Internet yang
merugikan dan menimbulkan kerusakan pada jaringan komputer Internet,
yaitu merusak properti, masuk tanpa izin, pencurian hak milik
intelektual, pornografi, pemalsuan data, pencurian, pengelapan dana
masyarakat. Cyber Law di asosiasikan dengan media internet yang
merupakan aspek hukum dengan ruang lingkup yang disetiap aspeknya
berhubungan dengan manusia dengan memanfaatkan tekhnologi internet.
COUNCIL OF EUROPE CONVETION ON CYBER CRIME
Merupakan suatu organisasi international dengan fungsi untuk melindungi
manusia dari kejahatan dunia maya dengan aturan dan sekaligus
meningkatkan kerjasama internasional. 38 Negara, termasuk Amerika
Serikat tergabung dalam organisasi international ini. Tujuan dari
organisasi ini adalah memerangi cybercrime, meningkatkan investigasi
kemampuan. Council of Europe Convention on Cyber Crime mengadopsikan
aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama internasional untuk
melindungi masyarakat dari kejahatan dunia maya.
Council of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Eropa Konvensi Cyber
Crime), yang berlaku mulai pada bulan Juli 2004, adalah dewan yang
membuat perjanjian internasional untuk mengatasi kejahatan komputer dan
kejahatan internet yang dapat menyelaraskan hukum nasional, meningkatkan
teknik investigasi dan meningkatkan kerjasama internasional.
Council of Europe Convention on Cyber Crime berisi Undang-Undang
Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan
tindak pidana.
Council of Europe Convention on Cyber Crime ini juga terbuka untuk
penandatanganan oleh negara-negara non-Eropa dan menyediakan kerangka
kerja bagi kerjasama internasional dalam bidang ini. Konvensi ini
merupakan perjanjian internasional pertama pada kejahatan yang dilakukan
lewat internet dan jaringan komputer lainnya, terutama yang berhubungan
dengan pelanggaran hak cipta, yang berhubungan dengan penipuan
komputer, pornografi anak dan pelanggaran keamanan jaringan. Hal ini
juga berisi serangkaian kekuatan dan prosedur seperti pencarian jaringan
komputer dan intersepsi sah.
Tujuan utama adanya konvensi ini adalah untuk membuat kebijakan kriminal
umum yang ditujukan untuk perlindungan masyarakat terhadap Cyber Crime
melalui harmonisasi legalisasi nasional, peningkatan kemampuan penegakan
hukum dan peradilan, dan peningkatan kerjasama internasional.
Dapat disimpulkan, perbandingan dari Cyber Law, Computer crime act
(Malaysia), Council of Europe Convention on Cyber Crime adalah bahwa
pada Cyber Law terfokus pada aspek yang berhubungan dengan subyek hukum,
sedangkan Computer Crime Act lebih menekankan pada aspek keluaran dari
pemanfaatan dan pemakaian komputer dan Council of Europe Convention on
Cyber Crime merupakan lembaga organisasi untuk memerangi kejahatan di
dunia maya sekaligus meningktkan kerjasama antar Negara. Perbadingan
lain dapat dilihat dari segi dimana hukum itu diterapkan. Cyberlaw
berlaku hanya berlaku di Negara masing-masing yang memiliki Cyberlaw,
Computer Crime Law (CCA) hanya berlaku kepada pelaku kejahatan
cybercrime yang berada di Negara Malaysia dan Council of Europe
Convention on Cybercrime berlaku kepada pelaku kejahatan cybercrime yang
ada di seluruh dunia.
UU NO.19 YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK CIPTA
Undang-undang No. 19 tahun2002 tentang hak cipta yang berkaitan dengan komputerisasi adalah :
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 , ayat 8 :
Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam
bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila
digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu
membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk
mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang
instruksi-instruksi tersebut.
LINGKUP HAK CIPTA
Pasal 2, ayat 2 :
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program
Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain
yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan
yang bersifat komersial.
Pasal 12, ayat 1 :
Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
Pasal 15 :
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik
atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang
wajar dari Pencipta;
b. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas
dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan
umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi
yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
c. Pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik
Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
PERLIDUNGAN HAK CIPTA
Dalam kerangka perlindungan hak cipta, hukum membedakan dua macam hak,
yaitu hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi berhubungan dengan
kepentingan ekonomi pencipta seperti hak untuk mendapatkan pembayaran
royalti atas penggunaan (pengumuman dan perbanyakan) karya cipta yang
dilindungi. Hak moral berkaitan dengan perlindungan kepentingan nama
baik dari pencipta, misalnya untuk tetap mencantumkan namanya sebagai
pencipta dan untuk tidak mengubah isi karya ciptaannya.
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya
buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau
tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan,
pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar,
seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni
terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya
seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak
termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual
tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir,
saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis,
himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai
karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri
tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
Tidak ada Hak Cipta untuk kegiatan berikut ini :
a. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
b. peraturan perundang-undangan;
c. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
d. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
e. keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
PEMBATASAN HAK CIPTA
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal
diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18).
Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila
sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan
terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk
kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu
pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.
Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan diwajibkan untuk memberikan izin
kepada pihak lain untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak Ciptaan
tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang
ditentukan.
Untuk lembaga penyiaran yang menyisipkan suatu ciptaan, lembaga
penyiaran ini harus memberikan imbalan yang layak kepada Pemegang Hak
Cipta yang bersangkutan apabila mengumumkan ciptaan dari pemilik ciptaan
tersebut.
PENDAFTARAN HAK CIPTA
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi
pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu
ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena
pendaftaran[2].
Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat
bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari
terhadap ciptaan[1]. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak
Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah
[Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]].
Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya
maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan
biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir
pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen
HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar
dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa
dikenai biaya.
UU NO.36 YANG BERHUBUNGAN DENGAN TELEKOMUNIKASI
Azas & Tujuan Telekomunikasi
Pasal 2
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan
merata,kepastian hukum,keamanan,kemitraan,etika dan kepercayaan pada
diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan
dan kesatuan bangsa,meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
secara adil dan merata,mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan
pemerintahan,serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Penyelenggaraan Komunikasi
Pasal 7
(1) Penyelenggara telekomunikasi meliputi :
a. penyelenggara jaringan telekomunikasi;
b. penyelenggara jasa telekomunikasi;
c. penyelenggara telekomunikasi khusus
(2) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi,diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. melindungi kepentingan dan keamanan Negara;
b. mengantisipasi perkembangan teknologi dan tututan global;
c. dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
d. peran serta masyarakat.
Penyidikan
Pasal 44
(1) Selain penyidik Pejabat Polisi Republik Indonesia, juga Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Departemen yang lingkup tugas
dan tanggung jawabnya dibidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara
Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang telekomunikasi.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
b. melakukan pemeriksaaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana dibidang telekomunikasi.
c. menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
e. melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang
diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
f. menggeledah tempat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
g. menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang
digunakan atau yang diduga berkaita dengan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
i. mengadakan penghentian penyidikan.
(3) Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Sanksi Administrasi
Pasal 45
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1),Pasal 18 ayat
(2),pasal19,pasal 21,Pasal 25 ayat (2),Pasal 26 ayat (1),Pasal 29 ayat
(1),Pasal 29 ayat (2),Pasal 33 ayat (1),Pasal 33 ayat (2),Pasal 34 ayat
(1),Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46
(1) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.
ketetentuan pidana
Pasal 47
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (1),dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda
paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20,dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara komunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1 ataau Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak
Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 52
Barang siapa memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau menggunakan
perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak
sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan
atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan penjara pidana paling
lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00
(empat ratus juta rupiah).
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (2) atau Pasal 36 Ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua
raatus juta rupiah).
Pasal 55
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40,dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 52,atau Pasal 56
dirampas oleh negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
Perbuataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 49,Pasal
50,Pasal 51,Pasal 52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal 55,Pasal 56, dan Pasal 57
adalah kejahatan.
RUU tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE)
(peraturan bank indonesia ttg internet banking)
Internet banking merupakan layanan perbankan yang memiliki banyak sekali
manfaatnya bagi pihak bank sebagai penyedia dan nasabah sebagai
penggunanya. Transaksi melalui media layanan internet banking dapat
dilakukan dimana saja dan kapan saja. Melalui internet banking, layanan
konvensional bank yang komplek dapat ditawarkan relatif lebih sederhana,
efektif, efisien dan murah. Internet banking menjadi salah satu kunci
keberhasilan perkembangan dunia perbankan modern dan bahkan tidak
menutup kemungkinan bahwa dengan internet banking, keuntungan (profits)
dan pembagian pasar (marketshare) akan semakin besar dan luas. Internet
banking, terdapat pula resiko-resiko yang melekat pada layanan internet
banking, seperti resiko strategik, resiko reputasi, resiko operasional
termasuk resiko keamanan dan resiko hukum, resiko kredit, resiko pasar
dan resiko likuiditas. Oleh sebab itu, Bank Indonesia sebagai lembaga
pengawas kegiatan perbankan di Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank
Indonesia No. 9/15/PBI/2007 Tentang Penerapan Manajemen Resiko Dalam
Penggunaan Teknologi Informasi Pada Bank Umum agar setiap bank yang
menggunakan Teknologi Informasi khususnya internet banking dapat
meminimalisir resiko-resiko yang timbul sehubungan dengan kegiatan
tersebut sehingga mendapatkan manfaat yang maksimal dari internet
banking.
Upaya yang dilakukan Bank Indonesia untuk meminimalisir terjadinya
kejahatan internet fraud di perbankan adalah dengan dikeluarkannya
serangkaian peraturan perundang-undangan, dalam bentuk Peraturan Bank
Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE), yang mewajibkan
perbankan untuk menerapkan manajemen risiko dalam aktivitas internet
banking, menerapkan prinsip mengenal nasabah/Know Your Customer
Principles (KYC), mengamankan sistem teknologi informasinya dalam rangka
kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan menerapkan
transparansi informasi mengenai Produk Bank dan penggunan Data Pribadi
Nasabah.
Lebih lanjut, dalam rangka memberikan payung hukum yang lebih kuat pada
transaksi yang dilakukan melalui media internet yang lebih dikenal
dengan cyber law maka perlu segera dibuat Undang-Undang mengenai
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang mengenai
Transfer Dana (UU Transfer Dana). Dengan adanya kedua undang-undang
tersebut diharapkan dapat menjadi faktor penting dalam upaya mencegah
dan memberantas cybercrimes termasuk mencegah kejahatan internet fraud.
Seiring dengan meningkatnya pemanfaatan Internet Banking, akan semakin
banyak pihak-pihak yang mencari kelemahan sistem Internet Banking yang
ada. Serangan-serangan tersebut akan semakin beragam jenisnya dan
tingkat kecanggihannya. Dahulu serangan pada umumnya bersifat pasif,
contoh eavesdropping dan offline password guessing, kini serangan
tersebut menjadi bersifat aktif, dalam arti penyerang tidak lagi sekedar
menunggu hingga user beraksi, tetapi beraksi sendiri tanpa perlu
menunggu user. Beberapa jenis serangan yang dapat dikategorikan ke dalam
serangan aktif adalah man in the middle.
sumber :
http://aditaryo.info/2012/03/peraturan-dan-regulasi-cyber-law/
http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2094305-pengertian-regulasi/#ixzz1sa6eHR6e
http://anbu-ebov.blogspot.com/2012/03/perbedaan-cyber-law-di-negara2.html
http://mameddekil.wordpress.com/2010/04/17/perbenadingan-cyberlaw-computer-crime-law-councile-of-europe-convention-on-cybercrime/
http://herdygooverclock.wordpress.com/uu-ite-dengan-5-negara-di-asean/